SELAMAT DATANG DI BLOGNYA ALFATH.JaNgAn LuPa CoMmEn Ya,,,,,,!!! SERBA-SERBI PENGETAHUAN: kimia
kimia
Kura-kura Hutan Sulawesi (Leucocephalon yuwonoi) nan Langka
Posted on 17 September 2011
Kura-kura hutan Sulawesi atau kura-kura paruh betet (Sulawesi Forest Turtle) yang dalam bahasa latin disebut Leucocephalon yuwonoi memang kura-kura langka. Kura-kura hutan sulawesi (kura-kura paruh betet) termasuk salah satu dari 7 jenis reptil paling langka di Indonesia. Bahkan termasuk dalam daftar The World’s 25 Most Endangered Tortoises and Freshwater Turtles—2011 yang dikeluarkan oleh Turtle Conservation Coalition.
Kura-kura hutan sulawesi yang dipertelakan pada tahun 1995 ini sering disebut juga sebagai kura-kura paruh betet. Ini lantaran bentuk mulutnya yang meruncing menyerupai paruh burung betet.
Dalam bahasa Inggris kura-kura hutan sulawesi yang endemik pulau Sulawesi ini disebut sebagai Sulawesi Forest Turtle. Sedangkan resminya, kura-kura ini mempunyai nama latin Leucocephalon yuwonoi (McCord, Iverson & Boeadi, 1995) yang bersinonim dengan Geoemyda yuwonoi (McCord, Iverson & Boeadi, 1995) dan Heosemys yuwonoi (McCord, Iverson and Boeadi, 1995). Dahulunya kura-kura hutan sulawesi digolongkan dalam genus Heosemys, namun sejak tahun 2000 dimasukkan dalam genus tunggal Leucocephalon. Kata ‘yuwonoi’ dalam nama ilmiahnya merujuk pada Frank Yuwono yang kali pertama memperoleh spesimen pertama kura-kura hutan sulawesi ini di pasar di Gorontalo Sulawesi.
Kura-kura Hutan Sulawesi (Leucocephalon yuwonoi)
Kura-kura Hutan Sulawesi (Leucocephalon yuwonoi)
Ciri-ciri. Kura-kura hutan sulawesi (Leucocephalon yuwonoi) berukuran sedang dengan karapas sepanjang 28 – 31 cm (jantan) dan 20 – 25 cm (betina). Daerah sebarannya hanya terdapat di pulau Sulawesi bagian utara. Karenanya hewan langka ini merupakan hewan endemik pulau Sulawesi, Indonesia dan tidak ditemukan di daerah lain.
Tidak banyak yang diketahui tentang perilaku alami kura-kura hutan sulawesi ini. Kura-kura hutan sulawesi yang merupakan hewan diurnal banyak menghabiskan waktu di hutan dan hanya berpindah ke air ketika malam untuk beristirahat dan melakukan perkawinan.
Populasi dan Konservasi. Pada tahun 1990-an diperkirakan populasi kura-kura hutan sulawesi (Leucocephalon yuwonoi) masih sangat melimpah namun saat ini diperkirakan populasinya di alam liar tidak mencapai 250 ekor.
Ancaman utama populasi kura-kura langka ini adalah perburuan dan perdangan bebas sebagai bahan makanan dan hewan peliharaan. Pada awal tahun 1990-an, sekitar 2.000 – 3.000 ekor diperkirakan diperdagangkan ke China sebagai bahan makanan. Selain itu kura-kura hutan sulawesi (Leucocephalon yuwonoi) juga banyak diekspor ke Eropa dan Amerika sebagai hewan peliharaan.
Selain perburuan, rusaknya habitat akibat kerusakan hutan (penebangan kayu komersial, pertanian skala kecil, dan pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit) juga menjadi ancaman bagi kelangsungan populasi kura-kura hutan sulawesi (Leucocephalon yuwonoi). Hal ini diperparah oleh rendahnya tingkat reproduksi kura-kura hutan sulawesi (Sulawesi Forest Turtle).
Leucocephalon yuwonoi (kura-kura hutan sulawesi atau kura-kura paruh betet)
Leucocephalon yuwonoi (kura-kura hutan sulawesi atau kura-kura paruh betet)
Lantaran jumlah populasi yang sedikit dan sifatnya yang endemik, sang kura-kura paruh betet ini oleh IUCN Red List dikategorikan sebagai spesies Critically Endangered (sangat terancam punah). Bahkan The Turtle Conservation Coalition, sebuah koalisi konservasi kura-kura yang terdiri atas berbagai lembaga konservasi seperti IUCN/SSC Tortoise and Freshwater Turtle Specialist Group, Wildlife Conservation Society (WCS), Turtle Survival Alliance (TSA), Conservation International (CI) dan lainnya memasukkan kura-kura hutan sulawesi sebagai salah satu dari 25 Kura-Kura Paling Langka dan Terancam Punah Di Dunia (The World’s 25 Most Endangered Tortoises and Freshwater Turtles) Tahun 2011.
Organisasi perdangan satwa dunia, CITES, juga telah memasukkan kura-kura hutan sulawesi (Leucocephalon yuwonoi) dalam daftar CITES Apendix II. Dengan demikian perdagangan internasional kura-kura langka dan endemik Sulawesi ini tidak diperbolehkan.
Jika berbagai organisasi konservasi dunia menaruh perhatian bagi kelestarian kura-kura paruh betet (Sulawesi Forest Turtle) bagaimana dengan pemerintah Indonesia?. Inilah yang aneh. Di Indonesia kura-kura hutan sulawesi ternyata bukan termasuk satwa yang dilindungi.
Klasifikasi ilmiah. Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Reptilia; Ordo: Testudines; Famili: Geoemydidae; Genus: Leucocephalon; Spesies: Leucocephalon yuwonoi.






























Jumat, 06 Januari 2012 pukul 07:36:00
Ratusan Korban Banjir Terjangkit Diare



PEKANBARU -- Sedikitnya 750 jiwa korban banjir di Pekanbaru, Riau, terjangkit penyakit diare, kadas atau iritasi kulit, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Sementara, banjir yang merendam Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, merusak jalan kabupaten sepanjang belasan kilometer di beberapa wilayah kecamatan.

Dinas Kesehatan Pekanbaru memperkirakan korban banjir yang terserang penyakit tersebut bisa bertambah karena banyak pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang belum melaporkan data pasiennya. ''Sekitar 127 orang terserang diare, 200 ISPA, dan selebihnya menderita berbagai jenis penyakit kulit seperti kadas,'' papar Kepala Seksi Pengamatan Penyakit dan Krisis Bencana pada Dinkes Pekanbaru, Muhammad Napiri, Kamis (5/1).

Melalui puskesmas, dinkes setempat terus mendata korban banjir yang terserang penyakit sambil membagikan obat-obatan. Warga korban banjir di beberapa lokasi di Pekanbaru ini sebenarnya mulai mengeluh terserang beberapa jenis penyakit sejak akhir pekan lalu. Sementara, menurut informasi dari sejumlah korban banjir menyebutkan bahwa bantuan layanan kesehatan baru mereka dapatkan dalam tiga hari terakhir.

Banjir akibat meluapnya Sungai Siak dan beberapa sungai lainnya ini mengakibatkan lebih dari seribu kepala keluarga (KK) di beberapa kecamatan terendam. Korban banjir terparah yang dapat terpantau di antaranya terdapat di Kelurahan Rumbai Bukit dan Sri Meranti di Kecamatan Rumbai.

Di jalan Nelayan dan Kompleks Perumahan Mutiara Witayu, banjir menggenangi perumahan yang dihuni lebih dari 580 KK. ''Di Rumbai Bukit ada sekitar 118 rumah yang terendam banjir dan korbannya mencapai 148 KK,'' sebut Kepala Dinas Sosial dan Pemakaman Pekanbaru, Husnimar Abdullah.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menyatakan penyakit influenza dan diare memang perlu diwaspadai selama musim penghujan. Penyakit akibat bakteri dan parasit, seperti disentri, cacingan, dan leptospirosis juga layak diperhatikan. Penyakit tersebut menyebar terutama pada daerah banjir karena bakteri dan parasit dari septic tank dan kotoran hewan terangkat dan hanyut sehingga mengontaminasi air, bahan pangan, atau menginfeksi langsung manusia.

Menurut Tjandra, penyakit akibat jamur terutama yang disebabkan kelembaban pada pakaian pun patut diwaspadai. Beberapa jenis penyakit tidak menular, seperti asma, rhinitis, perburukan penyakit kronis juga sering terdeteksi. Bahkan, penyakit demam berdarah sering ditemui karena meningkatnya tempat perindukan nyamuk.

Kementerian Kesehatan melakukan sosialisasi dan koordinasi langsung dengan daerah-daerah rawan banjir. Tjandra telah menginstruksikan penyediaan logistik bahan penjernih air (PAC, pembersih air cepat) di wilayah yang sulit mendapatkan air bersih. Selain itu, obat dan alat kesehatan yang memadai perlu disediakan di puskesmas, rumah sakit, dan sarana pelayanan kesehatan.

''Yang perlu diwaspadai juga nanti jika ada peralihan musim penghujan ke kemarau. Biasanya penderita demam berdarah merajalela karena perindukan nyamuk yang banyak menetas,'' jelas Tjandra.
0 Responses

Posting Komentar

  • Slide

    Buku Tamu

    JANGAN LUPA ISI BUKU TAMU YA,,,!!!
    ShoutMix chat widget

    asal pengunjung


    salju